Secerah Mentari
oleh L K Y
Seorang gadis memasang wajah
super bosannya di dalam stand ramal. Saat itu acara ulang tahun sekolahnya dan
karena banyaknya permintaan siswa, maka stand ramal pun berdiri tegak dengan
antrian yang cukup panjang. Di samping gadis yang sedang bosan itu duduk
seorang pria yang terlihat sangat antusias ketika diramal.
“Bagaimana dengan jodoh? Siapa
nama jodohku di masa depan?” seru si pria antusias.
“Maaf, saya tidak dapat
menyebutkannya. Tapi saya akan memberikan inisial namanya saja pada anda,
bagaimana?” jawab si peramal
“Oh, tidak apa-apa. Inisialnya
saja sudah lebih dari cukup. Oh iya, apa aku boleh tau dimana tempat
tinggalnya?”
“Natan, kau cerewet sekali..
Lihatlah orang yang mengantri banyak!” seru gadis di samping pria yang sedang diramal
itu.
“Sabar
sedikit, Mentari.”
“ Tenang-tenang. Maaf ini
pertanyaan terakhir anda ya, kasian orang-orang yang sedang mengantri. Jadi
ingatlah inisial nama jodoh anda kelak adalah A, tak usah jauh-jauh orang itu
ada di sekitar kehidupan anda.”
“A? A.... Siapa ya?”
“Sudahlah.Sekarang giliranku.”
gadis bernama Mentari itu menarik telapak tangan Natan dan memperlihatkan
telapak tangannya kepada si peramal yang membuat Natan memasang wajah
cemberutnya.
“Hmm, saya melihat sebuah
tempat yang kosong pernah mengganjal di kehidupan anda. Sepertinya itu adalah tempat dari seseorang yang sangat penting. Pesan
terakhirnya selalu membayangi anda, ya?” tanya si peramal.
Seketika itu juga sekelebat
bayangan masa lalu menghampiri Mentari. “Cerahkan senyummu, walau nanti tiada
satu orang pun yang menemanimu. Carilah sumber cahayamu, sehingga kau tak akan
kehabisan sinar. Jangan biarkan sinarmu redup, kau harus menjaganya agar kau
terus bersinar seterang namamu, anakku.”
“Tari? Kau teringat ibumu?”
guncangan Natan membangunkan Mentari dari ingatannya tentang sang ibu yang
telah pergi meninggalkannya selamanya. Ia tak sadar bahwa sejak tadi ia sedang
diperhatikan oleh Natan dan si peramal.
“Baiklah, saya lanjutkan saja.
Sepertinya jika saya membahas hal itu malah akan membuat anda sedih, saya tidak
mau anda keluar dari stand ini dengan wajah murung. Hmm.. kehidupan anda cukup
menyenangkan, saya melihat kehidupan yang bahagia setelah anda menikah nanti.
Oh, akan ada kejutan yang menyenangkan, anda tunggu saja.” terang si peramal
dengan senyum khasnya kepada Mentari.
“Kejutan?.”
“Iya, sesuatu yang anda cari
padahal selalu berada di dekat anda.”
“Sesuatu?” Mentari tampak
bingung dengan penjelasan si peramal.
“Ah, Tari sekarang kau yang
lama. Sudahlah langsung saja ke asmara.” Omel Natan yang berhasil membuat
Mentari menatap sinis ke arahnya. Seketika Natan mengutuk dirinya telah berkata
seperti itu.
“Baiklah, saya melihat jodoh
anda sebenarnya telah menampakkan diri dekat ini. Seseorang yang akan selalu
ada untuk anda, dan orang tersebut berinisial N.”
Diperjalanan pulang bersama
Natan, Mentari terus memikirkan
kata-kata peramal tadi. Walau ia tak terlalu percaya pada ramalan, namun
inisial jodohnya mengingatkan ia pada Niko, tetangga barunya yang sering
mengajaknya mengobrol. Mentari memang sudah menyukai Niko sejak awal kedatangan Niko. Niko setahun lebih tua dari Mentari dan Natan yang masih berada di kelas XII SMA ,
mungkin itulah sebabnya Mentari sangat mengagumi sosok Niko yang dewasa dan
ramah. Sangat berbeda dengan sifat Natan yang kadang cuek, kadang cerewet,
jahil dan kekanakan. Hingga saat ini Mentari masih memendam perasaanya pada
Niko, ia sangat gugup bila bertemu Niko. Ia tidak tahu apa Niko merasakan hal
yang sama terhadap dirinya. Namun, menurut Natan mata Niko selalu tampak
berbinar dan penuh kasih sayang saat menatap mata Mentari.
“Tari? Mentari? Halooo.” Natan
mengibaskan tangannya di depan wajah Mentari yang sedang melamun.
“Ah, sudah sampai? Maaf, sepertinya
aku terlalu lelah.” kata Mentari yang hendak membuka pintu mobil Natan.
“Lelah atau memikirkan Niko?”
sindir Natan yang langsung membuat Mentari tak dapat berkutik dan diam di
tempat.
“Hah, benar ya kau memikirkan
orang baru itu lagi? Kelihatannya kau memang benar-benar suka padanya, apalagi
setelah peramal itu mengatakan inisial jodohmu kelak N. Hei, ngomong-ngomong
soal ramalan tadi menurutmu jodohku siapa ya? Agni, Anne atau Aurey?” oceh
Natan dengan senyum khasnya dan mata yang memancarkan keingintahuan seperti
anak kecil.
Mentari memutar bola matanya
mendengar ocehan Natan. Ini adalah hal yang paling menyebalkan dari Natan.
Natan sangat percaya pada ramalan, ia akan sangat cerewet bila membicarakan
soal ramalan tentang dirinya kepada orang lain, dan Mentarilah yang paling
sering menjadi korban kecerewetannya. Bahkan Natan percaya bahwa dunia ini akan
kiamat tahun 2012 sesuai ramalan dari suku Maya, sungguh hal yang kekanakan
bagi Mentari.
“Hmm.. mungkin si gendut Atun,
atau si jutek Alin.” Ucap Mentari asal.
“Hahahaha.. Kau bercanda?
Mereka bukan tipeku. Mungkin aku akan memulai dari Agni. Bagaimana?”
“Terserahmu saja.” Jawab
Mentari ketus dan langsung membuka pintu mobil Natan.
“Kenapa marah? Kau cemburu ya?
Hahahahaha, tenang Tari, aku akan selalu ada untukmu.” Goda natan pada Mentari melalui kaca mobilnya
yang terbuka.
Mentari hendak masuk ke dalam
rumahnya tak peduli dengan ocehan Natan yang menurutnya tak penting, namun
kembali berbalik arah karena mendengar namanya dipanggil atau lebih tepatnya
diteriaki oleh seseorang di dalam mobil audy putih tersebut.
“Tari, menurut ramalan inisial
jodohmu N kan? Apa kau berfikir N itu untuk Niko? Bagaimana bila N itu Natan?
Hahahaha Sampai jumpa...”
Sehabis menggoda Mentari, Natan
langsung tancap gas karena takut kaca mobilnya atau salah satu spionnya akan
lepas terkena high heels melayang Mentari. Ia tau betul jika sahabatnya itu
tidak suka digoda seperti gadis-gadis kebanyakan. Mentari memang berbeda.
Di sisi lain Mentari hanya bisa
mengumpat kepergian Natan. Benar saja sebenarnya ia ingin mengusir Natan dengan
high heelsnya, untung saja Natan lebih cepat bertindak.
“Cih, dasar playboy ikan laut.
Mana mungkin N itu Natan, N itu untuk Niko.”
Ucap Mentari sambil senyum-senyum memasuki rumahnya.
Dalam tidur Mentari bermimpi
mengenai ibunya. Mentari kini yatim piatu, sang ibu telah menyusul sang ayah ke
istana Tuhan itulah yang dikatakan sang ibu saat detik-detik kepergiannya
kepada Mentari yang saat itu masih 10 tahun. Mentari sangat amat terpukul,
memang seluruh harta warisan jatuh ke tangannya yang kini dikelola paman dan bibinya. Namun apalah arti harta
warisan itu tanpa kasih sayang orang-orang tercintanya. Di saat-saat kekosongan
itulah sosok Natan hadir dalam hidupnya. Natan adalah anak dari sahabat paman
dan bibinya sekaligus sahabat kedua orang tuanya .Awalnya jika Mentari dan
Natan berumur 17 tahun mereka akan dijodohkan. Namun karena kedua orang tua
Mentari telah meninggal terlebih dahulu, paman dan bibi Mentari memutuskan
untuk membatalkan perjodohan tersebut.
Mentari tersenyum dalam tidurnya
saat pertama kali sosok Natan hadir dalam hidupnya. Seorang anak laki-laki
berumur 10 tahun yang memancarkan keceriaan
dengan mata dan senyum yang membawa kenyamanan bagi setiap orang yang
memandangnya. Itulah kenapa Mentari dapat dengan sangat mudah akrab dengan
Natan, karena Natan dapat mencerahkan kehidupannya yang sedang kosong, selalu
menghiburnya saat sedih, dan selalu menjadi pendengar cerita setianya. Natan
selalu ada kapanpun ia membutuhkannya. Natan orang yang ramah dan suka menggoda
wanita, karena itu ia digilai selain karena wajahnya yang tampan. Dan hal itu
juga yang membuat Mentari kesal karena selalu diganggu jika sedang bermain
dengan Natan, bahkan hal itu berlanjut hingga kini di jenjang SMA.
Pagi-pagi benar di sekolah,
Mentari telah mendapati Natan tengah asyik mendekati Agni.
“Cih, pasti dia semalaman
mencari gombalan-gombalan terjitu di internet. Dasar playboy ikan laut.” Seru
Mentari dalam hati sambil berjalan cuek di depan Natan dan Agni.
Satu minggu sudah Natan selalu
mendekati gadis-gadis cantik di sekolah berinisial A. Ada yang risih dengan
gombalan-gombalan buaya Natan tapi kebanyakan dari gadis-gadis itu malah
terbuai. “Dasar bodoh. Dasar playboy ikan laut. Dasar cari perhatian. Dasar
maniak ramalan idiot.” segala macam umpatan telah keluar dari bibir Mentari
melihat kelakuan sahabatnya yang setiap hari selalu bersama wanita yang
berbeda. Namun apa yang dapat ia lakukan
selain mengumpat? Toh ia hanyalah teman Natan, sah-sah saja jika Natan memang
ingin mencari jodohnya. Tapi Mentari tak dapat memungkiri bahwa ia merasakan
kekosongan karena selama seminggu ini juga Natan selalu sibuk, tak ada waktu
untuk menemaninya. Alunan lagu Sorry Sorry dari Super Junior dari dalam tas
membuyarkan lamunannya, segera ia memencet tombol hijau pada telepon
genggamnya.
“Halo.”
“Hai Tari, nanti kau bisa
pulang sendiri? Aku harus ke toko buku menemani Anatasya. Maaf aku tidak bisa
mengantarmu pulang lagi hari ini. Ah iya, aku lupa kau tenang saja karena tak
akan ada yang mau menculikmu karena kau itu lebih seram daripada tante-tante
galak di sebelah rumahku. Hahahahahaha...Aku yakin para penculik akan kabur
setelah terkena lemparan sepatumu. Hahahaha..”
“...”
“Tari? Kau mendengarku? Kenapa
diam? Ah, aku tahu pasti kau cemburu ya? Hahaha tenang Tari besok aku akan
mengantarmu pulang setelah itu kita bermain-ma....”
“ AKU AKAN PULANG SENDIRI, KAU
URUS SAJA SEMUA GADIS-GADIS BODOHMU. JANGAN PERNAH ANTAR AKU PULANG ATAU DATANG
KE RUMAHKU LAGI BILA ADA PR, JANGAN PERNAH MENEMUIKU LAGI. DASAR PLAYBOY IKAN
LAUT. AKU SANGAT MEMBENCIMU!”
Mentari segera memencet tombol
merah pada Hpnya, entah mengapa ia sangat kesal dengan Natan. Ia tak tau
kenapa, tapi ia sangat ingin menenggelamkan pria itu ke laut yang paling dalam
bersama dengan gadis-gadis bodoh yang di dekatinya.
“Cih, lagipula sejak kapan ia
mau diajak ke toko buku. Setiap aku mengajaknya ke sana kurang dari 5 menit ia
selalu merasa bosan dan menyeretku pergi.”
Tak lama kemudian, Mentari
kembali mendapati Hpnya mengalunkan lagu yang sama seperti tadi tapi dengan
penelepon yang berbeda.
“Halo kak Niko.”
“Mentari, kau dimana? Apa sudah
pulang? Aku ingin mengajakmu makan bersama.”
“Ma..makan berdua? “
“Iya, tapi jika kau ingin
mengajak Natan..”
“TIDAK! Maksudku Natan sedang
ada urusan jadi tidak bisa ikut. Aku sedang di depan sekolah, sedang menunggu
bis untuk pulang.”
“ Baiklah kau tunggu saja di
sana sebentar lagi jam kuliahku selesai, aku akan menjemputmu di sana.”
“Baiklah. Aku tunggu.”
Mentari memencet tombol merah
pada HPnya, senyum langsung tersirat pada wajah cantiknya.
“Apa aku sedang bermimpi? Aku
akan makan berdua saja dengan Kak Niko. Akhirnyaa...” Batin Mentari sambil
tersenyum membayangkan. Ini adalah sebuah kesempatan emas bagi Mentari, karena
biasanya bila Niko mengajak Mentari pergi bersamanya Natan pasti selalu ingin
ikut menempel. Dia memang perusak suasana.
“Kau mau makan apa?”
“Apapun yang kakak pesan.”
“Hmm.. 2 steak dan 2 orange
jus.”
“Baiklah mohon ditunggu.” Kata
si pelayan restaurant
“Oh ya, kenapa Natan tidak ikut
bersamamu?”
“Cih, sudahlah kak jangan
membahas tentangnya lagi.”
“Kenapa? Kalian bertengkar?”
“Tidak, aku hanya....”
Lama Mentari berfikir mengapa
ia sangat membenci Natan hari ini. Natan pergi dengan Anatasya bukannya
harusnya ia senang? Anatasya gadis yang cantik, pintar dan baik. Banyak pria
yang berusaha mendekatinya namun tak berhasil, tapi Natan berhasil mendekati
Anatasya bukannya harusnya ia ikut senang? Apa mungkin benar kata Natan di
telepon tadi? Lama Mentari berfikir hingga ia tak menyadari bahwa pesanannya
telah siap di atas meja.
“Hei.. kepalamu bisa botak jika
berfikir seperti itu terus.”
Mentari tersadar saat tiba-tiba
ia merasa tangan besar Niko mengacak poninya. BLUSH.
“Hahaha kenapa wajahmu memerah?
Ah, lucu sekali kau ini.”
Kini kedua tangan Niko mencubit
gemas kedua pipi chuby Mentari, membuat Mentari mematung dan semakin malu. Niko
mencubit pipinya? Bagaikan mimpi di siang bolong.
“Apa ramalan peramal itu
benar?” batin Mentari.
Niko menceritakan banyak hal
tentang kuliahnya pada Mentari dengan
mata berbinar. Membuat Mentarisemakin mengagumi sosoknya yang dewasa dan
berfikiran ke depan. Mata Niko sangat nyaman untuk di tatap sama seperti mata
milik Natan yang selalu membuatnya nyaman.
“Tunggu. Natan?? Untuk apa
memikirkan playboy tengik itu lagi? Cih, bahkan dia ingat padaku saja tidak,
pasti dia sedang mondar-mandir tak jelas di toko buku atau malah menjahili
pegawainya karena bosan. Kekekekeke.” Batin Mentari
“Tari kenapa kau tersenyum? Ada yang lucu? ”
“Ah, tidak. Hehehe aku hanya
teringat temanku yang lucu. Hahaha.” Kata Mentari sambil tertawa garing
berharap Niko mempercayainya.
“Hahahaha kau ini memang susah
di tebak, unik sekali. Inilah alasan kenapa aku menyukaimu.”
DEG! Suka? Kata-kata Niko
seakan menghentikan kerja jantung Mentari. Inikah akhir penantiannya selama
ini? Haruskah ia juga menyatakan perasaannya selama ini pada Niko? Lama Niko
memandang mata Mentari dengan tatapan... entahlah, Rindu? Tapi untuk apa?
“Ee..a..aku..”
“Terimakasih “
“Apa?”
“Aku sangat berterimakasih kau
selalu menjadi temanku dikala aku kesepian dan merindukan keluargaku di
Amerika. Kau ingat aku pernah menceritakanmu tentang adik perempuanku yang ada
di Amerika? Kalian sangat mirip. Setiap melihatmu selalu mengingatkanku
padanya, kalian mempunyai sepasang mata yang mirip. Aku sangat menyayangimu
sama seperti aku menyayangi adikku. Hmm..sebenarnya sekarang adalah hari
terakhirku di sini karena besok aku harus kembali ke Amerika dan melanjutkan
kuliahku disana. Lagipula aku sangat merindukan adik kecilku disana.
Terimakasih berkat kehadiranmu, disini aku seperti merasakan kehadiran adikku
jadi aku tidak kesepian. Apalagi ditambah Natan. Kalian berdua sungguh cocok,
aku kira kalian berpacaran tapi ternyata kalian sahabat dekat. Natan pria yang
baik aku tahu itu, jadi dia pasti akan selalu menjagamu walaupun aku sudah tak
disini lagi nanti. Jadi aku bisa tenang meninggalkan adik keduaku
disini.Hahahaha.”
Air mata Mentari meleleh satu
per satu tanpa disadari oleh Niko yang kini tengah asyik melanjutkan makannya.
Mentari merasa sangat bodoh mengira Niko juga menyukainya. Niko hanya
menganggapnya adik. Adik kedua hanya itu.
“Ma..maaf aku ada janji dengan
Natan jadi aku harus pergi.”
Mentari mati-matian meredam
suara paraunya dan langsung berlari meninggalkan Niko yang bingung dengan
sikapnya.
Mentari terus berlari dan
berlari tak tentu arah. Hingga akhirnya ia menyadari kakinya membawanya ke
taman tempat ia dan Natan sering menghabiskan waktu bersama.. Mentari baru
menyadari bahwa sebenarnya ia benar-benar gadis yang bodoh terlalu berharap
kepada Niko. Tapi, sebenarnya yang membuat hatinya sakit adalah ia sangat bodoh
hingga tak menyadari perasaannya sendiri.
Mentari tak merasakan apapun saat mengetahui Niko tak suka padanya ia
hanya merasa kecewa dan merasa sangat bodoh, tapi kata-kata Niko tentang ia dan
Natanlah yang menyadarkannya. Natan.. memang pria yang sangat baik, selalu
menjaganya dan selalu ada untuknya. Harusnya ia sejak awal sadar bahwa
sebenarnya ia cemburu melihat Natan mendekati gadis lain sehingga ia merasa
sebagian hatinya hilang. Hatinya kosong karena merindukan sosok pria bodoh
bernama Natan. Harusnya ia sejak awal sadar bahwa sebenarnya dari dulu hingga
sekarang hatinya telah memilih Natan. Kosong... itulah yang kini dirasakan
Mentari, kekosongan yang sama saat ia berumur 10 tahun saat ibunya pergi jauh
menyusul ayahnya. Kekosongan yang menyakitkan ini... hanya Natan yang dapat
menyembuhkannya.
“Kau gadis bodoh.”
Mentari menoleh pada suara yang
seakan tak asing baginya. Natan... Mentari langsung berlari dan memeluk si
pemilik sura itu. Ia menangis di pelukan Natan seakan dengan mendekap erat pria
itu kekosongan yang menghinggapinya akan segera pergi. Ia tak ingin Natan pergi
meninggalkannya.
“Kau.. jangan pernah
meninggalkanku lagi. Aku..aku.. tak suka sendirian.. Aku..aku tak bisa hidup
tanpamu.” Kata Mentari dengan suara paraunya menahan isak tangis dalam pelukan
Natan.
“Kau..mengapa hanya ada Niko
itu di matamu? Mengapa kau tak pernah merasakan kehadiranku? Apa kau tidak
dapat menerimaku? Apa Niko yang selalu menghiburmu ? Apa Niko yang selalu
mengajakmu bermain di taman ini hingga lelah? Apa Niko yang selalu berusaha
melindungimu, membahagiakanmu dan selalu ingin melihat senyummu? Apa Niko...
orang yang selalu meminjamkan pundaknya untukmu menangis jika kau rindu ibu dan
ayahmu?” kata Natan sambil terus memeluk Mentari, gadis yang selama ini ia
cintai.
“Maafkan aku, aku memang bodoh
dan tak mengerti perasaanku sendiri bahwa sebenarnya hanya kau yang aku suka,
hanya kau yang aku mau, hanya kau..yang aku pilih sejak awal, tapi aku tak
menyadarinya dan menganggap ini hanya karena aku terbiasa di dekatmu.”
Natan melepaskan pelukan
Mentari dan menangkupkan kedua tangannya pada wajah gadis itu agar mata mereka
dapat saling bertemu.
“Aku juga sudah menyukaimu dari
awal kita bertemu, saat umur kita 10 tahun. Aku merasa harus terus menjagamu
dan selalu di sisimu. Entahlah, aku melihat kau sangat kesepian dan aku ingin
membuat wajah murungmu tersenyum. Saat pertama melihatmu tersenyum itulah aku
jatuh cinta kepadamu. Senyummu... aku ingin membuatmu selalu tersenyum. Tapi
kau tak pernah menyadari perasaanku kepadamu hingga kita tumbuh besar, sehingga
aku hampir putus asa dan memutuskan mengikuti ramalan. Aku hampir gila saat
memikirkan mungkin kita memang tak ditakdirkan bersama.”
“Siapa suruh kau tak pernah
menyatakan perasaanmu padaku? Kau malah menceritakan gadis lain denganku.” kali
ini Mentari melepaskan tangan Natan dan meninggikan suaranya .
“Siapa suruh kau bercerita
padaku bahwa kau menyukai Niko. Jadi aku terpaksa menceritakan gadis lain untuk
melihat bagaimana ekspresimu.” Kali ini Natan yang meninggikan suaranya dan
mengangkat dagunya menantang Mentari.
“Aku tak suka.. dan tak pernah
suka dengan semua ceritamu tentang gadis-gadis itu. Oleh sebab itu aku
mengatakan bahwa aku menyukai Kak Niko.” Mentari tak mau kalah dan mengangkat
dagunya lebih tinggi dari Natan dan menjinjitkan kakinya agar tinggi mereka
sama.
“Aku juga tak suka dengan
sikapmu yang tiba-tiba berubah menjadi wanita yang lemah lembut tak bertenaga
bila bertemu Niko itu.” Natan semakin mengangkat dagunya dan mendekatkan
tubuhnya pada Mentari hingga dahi mereka menyatu. Kemudian mereka dengan kompak
berbalik saling membelakangi sambil melipat kedua tangan di depan dada.
“Aku cemburu.” Ucap mereka
bersamaan.
Mentari dan Natan sama-sama
kaget mendengar kata-kata itu keluar begitu saja secara berbarengan. Kemudia
mereka tertawa terbahak-bahak mengetahui tingkah konyol mereka. Hingga Mentari
menyadari sesuatu.
“Hei, ngomong-ngomong mengapa
kau ada di sini? Bukannya kau di toko buku bersama Anatasya?”
“Itu karena kau.”
“Aku?”
“Kau marah-marah padaku di
telepon jadi aku merasa pasti telah terjadi sesuatu padamu. Aku merasa khawatir
dan membatalkan janjiku dengan Anatasya. Lagipula aku tak akan tahan di toko
buku berlama-lama dengannya. Kau kan tau sendiri Anatasya itu kutu buku, aku
bisa mati bosan berada berjam-jam di toko buku. Tapi ternyata kau pergi bersama
tetangga barumu itu, karena penasaran jadi aku mengikuti kalian. Aku telah
mendengar semuanya, dan aku juga mengikutimu hingga ke sini. Aku juga awalnya
kaget mengapa kau bisa ke sini. Tapi sepertinya aku telah mengetahui
jawabannya.”
“Apa?”
“Pasti karena kau merindukanku,
iya kan? Hahahaha.”
“Dasar bodoh, siapa yang merindukan
playboy jelek sepertimu. Ayo kita pulang aku lelah.” Kata Mentari sambil
berlalu menuju mobil Natan.
“Hei apa kau buta, aku setampan
ini kau bilang jelek . Jika aku jelek tak mungkin banyak gadis yang
mengejarku.” Omel Natan sambil mengikuti Mentari dari belakang.
“Itu karena mereka juga gadis
jelek.”
“Berarti kau juga gadis jelek.”
Mentari menghentikan langkahnya
dan membalikkan badannya menghadap Natan.
“Apa kau bilang? Aku jelek?”
“Kau bilang gadis-gadis
jeleklah yang mengejarku berarti bukankah kau juga termasuk gadis jelek?”
“Kau..dasar ikan bodoh..!”
Mentari mencoba melepas
sepatunya dan ingin melemparnya pada Natan , tapi pria itu malah berlari
menghindarinya. Alhasil terlihatlah pemandangan sepasang kekasih yang sedang
kejar-kejaran di taman. Taman yang penuh kenangan mereka.
Hari berganti hari, Niko telah
berpamitan kepada 2 sahabatnya untuk kembali ke Amerika. Kepergian Niko pun
ternyata tak mempengaruhi hati Mentari sama sekali, ternyat memang benar ia
salah mengira selama ini.
“Ternyata ramalan peramal itu
benar,ya? Jodohku berinisial N, dan N itu untuk Natan. Hahahaha... Sepertinya
aku akan mengikuti jejakmu untuk mempercayai ramalan.”
“Sepertinya aku yang tidak akan
percaya ramalan lagi. Hampir semua gadis di sekolah berinisial A aku dekati.
Tapi ujung-ujungnya malah aku bersamamu.”
Mentari kemudia teringat
sesuatu, dan senyumnya terkembang dengan lebar seketika.
“Bodoh, siapa bilang ramalan
itu salah. Kau lupa ya jika namaku itu Aiswara Mentari.”
“Oh iya, hahahahaha berarti
ramalan itu benar-benar hebat. Hmm..kalau begitu bagaimana jika setelah kita lulus
kuliah nanti kita langsung menikah?”
“Memangnya aku mau menikah
denganmu? Lagipula aku takut kau masih mau mencari A yang lain.”
“Itu tak akan terjadi jika
senyummu selalu cerah secerah namamu, pacarku.”
“Dasar kau tukang gombal.”
Sepasang kekasih larut dalam
tawa bahagia mereka. Hanya karena sebuah ramalan mereka seakan buta bahwa orang
yang mereka cari selama ini selalu berada di dekat mereka.
Ibu... Ayah ...
aku telah menemukan kebahagiaanku
di sini
Aku harap kalian juga bahagia di sana.
Ibu...
aku telah menemukan sumber cahayaku seperti
katamu ..
Ia mempunyai sinar yang
benar-benar terang..
Dan aku yakin aku tak akan
pernah redup bersamanya..
aku akan terus menjaga sinarku itu
sehingga aku akan terus
bersinar cerah secerah namaku
Mentari...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar